Senyum

Kala itu senja mulai menua. Lembayung memerah serupa pipi bidadari yang tersenyum malu di belahan barat sana. Kita bersua. Bertatap muka. Untuk kali pertama. Setelah sekian lama. Aaahhhh… Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari. Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Bulan berganti tahun. Sebuah keniscayaan. Kita terseret dalam pusaran waktu, tanpa seorangpun dari kita yang menyadarinya. Dan pada akhirnya sang waktu berbaik hati kembali mempertemukan kita lagi.

***
Dan kamu tersenyum. Ya.. Kamu membawakan saya senyum. Senyum yang kala dulu pernah menceriakan hari saya. Senyum yang dulu begitu lekat dibenak. Senyum yang dulu begitu dekat dihati. Senyummu pun tak berubah. Sangat khas kamu. Kira-kira begini…. Mata kamu yang tidak begitu lebar akan membentuk sebuah garis lurus. Bibir kanan kamu akan sedikit terangkat ke atas. Hanya begitu. Kata orang itu sinis. Kata saya itu manis. Dulu saya pernah nenjadi pemuja nomor wahid senyum itu. Kita pribadi yang berbeda. Kamu mengagumi senyum saya yang begitu berbinar hidup. Saya begitu mengagumi senyum kamu yang begitu dingin kaku.

***
Senyum kamu melebar menanya kabar. Dan itu membimbing saya menjelajah kenangan waktu lalu. Saya pernah memiliki senyum itu. Senyum kamu semakin terkembang saat kita mulai mengurai kasih kita yang terajut dalam untaian kisah lama. Senyum kamu mengkerucut dan lenyap begitu saja. Terganti dengan tundukan air muka. Dan bulir bening muncul di sudut mata kamu ketika kita mulai berbicara tentang hal yang lain .

Maafkan saya. Ujar kamu. Saya menahan diri untuk tidak pula meneteskan bulir bening milik saya. Dan saya tersenyum. Senyum yang berbinar hidup seperti kata kamu. Senyum yang sangat kamu kagumi, dulu. Senyum yang memberikan isyarat bahwa saya telah mampu memberi maaf untukmu tanpa harus saya berujar.

***
Senja telah mati. Sang penguasa malam menunjukkan taji. Kegelapan melingkupi kita. Dan menarik kita kembali dalam pusaran waktu. Kita terjaga. Kembalilah kita menjemput mimpi sendiri. Kembalilah kita meraih asa sendiri. Dan kembalilah kita tersenyum. Tersenyum pada dunia. Dunia kita sendiri. Masing masing :).

#pada sebuah pertemuan dengan seorang kawan lama, dicatat pada 9 Juli 2009

Powered by Telkomsel BlackBerry®

6 thoughts on “Senyum

Leave a comment